Niat Puasa Syaban (Arab, Latin, Terjemahan) & Tata Caranya

Radea

Niat Puasa Syaban (Arab, Latin, Terjemahan) & Tata Caranya

Bulan Syaban adalah bulan di antara bulan haram Rajab dengan bulan mulia Ramadhan. Syaban adalah bulan dimana Rasulullah banyak berpuasa di dalamnya selain bulan Ramadhan. Berpuasa di bulan Syaban dengan niat puasa Syaban yang benar akan memberikan banyak hikmah dan kebaikan bagi kita.

Melaksanakan puasa di bulan Syaban bernilai sunnah dan Allah akan memberi pahala yang besar kepada siapa saja yang berpuasa di dalamnya. Bulan Syaban dijadikan Allah bernilai istimewa dengan banyaknya peristiwa besar hingga keutamaan bulan Syaban yang diberikan di bulan tersebut.

Pedoman Tata Cara Puasa Syaban Lengkap

Pedoman Tata Cara Puasa Syaban Lengkap

Puasa Syaban adalah puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh kaum Muslimin pada bulan Syaban. Puasa ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan memiliki banyak hikmah di dalamnya. Agar puasa yang dilakukan benar, maka harus diketahui tata cara yang benar,

1. Bacaan Niat Puasa Syaban

Sebenarnya tidak ada aturan khusus mengenai bagaimana bacaan niat puasa Sya’ban Arab yang benar. Anda bisa mengucapkan niat puasa sunnah dalam Bahasa Indonesia atau bahasa apapun yang dikuasai selama niat tersebut ditujukan untuk keridhoan Allah semata.

Berikut adalah lafal niat puasa Syaban:

نَوَيْتُ صَوْمَ شَعْبَانَ لِلّٰهِ تَعَالَى

Jika Anda sulit untuk membaca lafadz dalam bahasa Arab, berikut bacaan doa niat puasa Syaban latin:

Nawaitu shauma sya’bana lilahi ta’ala

Arti: “Saya niat puasa Sya’ban karena Allah ta’ala.”

Anda bisa membaca niat puasa Sya’ban Arab dan artinya dengan cara dilisankan atau diucapkan secara langsung. Namun jika niat ingin diucapkan di dalam hati juga diperbolehkan. Para ulama sendiri bersepakat bahwa niat termasuk bagian dari rukun puasa.

2. Waktu untuk Berniat Puasa

Sebagaimana diketahui, bahwa puasa Syaban termasuk ke dalam puasa sunnah bukan puasa wajib. Oleh karena itu, syarat untuk meniatkan puasanya berbeda dengan puasa wajib seperti puasa Ramadhan.

Untuk menjalankan puasa Ramadhan maka seseorang harus berniat puasa di malam harinya dimulai dari ba’da maghrib hingga terbit fajar.

Sementara untuk puasa sunnah seperti niat puasa Syaban, maka tidak terdapat aturan khusus terkait waktu untuk meniatkan puasa. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Ustadz Muhammad Saiyid Mahadhir dari Rumah Fiqh Indonesia.

Oleh karena itu, apabila seseorang baru berniat untuk puasa sunnah Syaban ketika matahari sudah terbit, puasa sunnahnya tetap sah. Syaratnya sederhana, yakni orang tersebut belum makan atau minum apapun semenjak azan subuh berkumandang.

Terkait niat puasa sunnah ini bisa dilihat dari hadist niat puasa melalui riwayat Aisyah radiallahu anha berikut:

Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku pada suatu hari lantas beliau berkata, “Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?” Kami pun menjawab, “Tidak ada.” Beliau pun berkata, “Kalau begitu saya puasa saja sejak sekarang.”

Kemudian di hari lain beliau menemui kami, lalu kami katakan pada beliau, “Kami baru saja dihadiahkan hays (jenis makanan berisi campuran kurman, samin dan tepung).” Lantas beliau bersabda, “Berikan makanan tersebut padaku, padahal tadi pagi aku sudah berniat puasa.” Lalu beliau menyantapnya. (HR. Muslim no. 1154).

Faidah hadist di atas adalah puasa sunnah dapat diniatkan pada pagi hari. Puasa sunnah tidak diharuskan untuk tabyiytun niat atau berniat sejak malam hari.

3. Menahan Diri dari Berbagai Pembatal Puasa

Rukun puasa Syaban selanjutnya adalah menahan diri dari semua pembatal puasa sejak terbit fajar shodiq sampai matahari terbenam. Rukun puasa satu ini sebenarnya berlaku untuk semua puasa baik puasa wajib dan sunnah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S Al Baqarah ayat 187.

Dalil Keutamaan Puasa Sya’ban

Dalil Keutamaan Puasa Sya’ban

Ada banyak dalil dari hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang menerangkan keutamaan niat puasa Syaban. Bulan Syaban sendiri merupakan bulan kedelapan dalam kalender Hijriah yang sering orang lalaikan karena berada di antara Rajab dan Ramadhan.

1. Berpuasa Ketika Diangkatnya Amal

Di dalam sebuah hadist riwayat An-Nasa’i dan riwayat Ahmad serta sanadnya dihasankan oleh Syekh Al Albani, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menerangkan mengapa beliau melaksanakan puasa di bulan Syaban.

“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.”

Bulan Syaban merupakan bulan diangkatnya amal manusia selama satu tahun ke hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Karena amal hidup kita sedang diangkat ke langit, maka tentu akan lebih baik jika saat itu kita sedang dalam kondisi berpuasa.

2. Puasa Paling Utama Setelah Puasa Ramadhan

Bulan Syaban dikenal sebagai bulannya persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan yang mulia. Kaum muslimin sangat dianjurkan untuk melatih diri di bulan Syaban dengan berbagai amal-amal ketaatan mulai dari puasa, ibadah sholat, sedekah dan sebagainya.

Bulan Syaban merupakan bulan yang paling mulia untuk melaksanakan puasa sunnah menjelang bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadist riwayat Tirmidzi yang disampaikan shahabat Anas bin Malik radiallahu anhu, beliau bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tentang puasa apa yang paling utama.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam kemudian menjawab bahwa puasa yang paling utama (setelah puasa Ramadhan) adalah puasa Syaban sebagai bentuk penghormatan dalam menyambut puasa di bulan Ramadhan.

Puasa Syaban bisa dimulai sejak memasuki tanggal 1 Syaban. Pada tahun ini, awal puasa Sya’ban 2023 bertepatan pada hari Rabu 22 Februari 2023 jika mengacu kepada Kalender Hijriah Indonesia yang disusun Kementrian Agama RI.

Namun jika mengikuti Kalender Islam Global Tunggal 1444 H oleh Tajdid PP Muhammadiyah, maka puasa Syaban sudah bisa dmulai sejak Selasa, 21 Februari 2023.

3. Mendapatkan Syafaat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam

Keutamaan atau faedah selanjutnya yang didapatkan oleh mereka yang menjalankan puasa sunnah Syaban yakni memperoleh syafaat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di hari kiamat.

Di dalam kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi-in yang ditulis oleh Syaikh Nawawi al Bantani dijelaskan mengenai keutamaan niat puasa Syaban.

Beliau menjelaskan bahwa puasa sunnah yang utama kedua belas adalah puasa di bulan Syaban karena besarnya kecintaan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam terhadapnya. Oleh karena itu, siapa saja yang bisa berpuasa di hari tersebut, ia akan memperoleh syafaat Rasulullah di hari kiamat kelak.

4. Sebagai Bentuk Latihan Sebelum Ramadhan

Keutamaan niat puasa Syaban adalah sebagai bentuk latihan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Bagi mereka yang belum terbiasa berpuasa sebulan penuh, berpuasa di bulan Ramadhan tentu terasa sedikit berat. Oleh karena itu kebiasaan berpuasa bisa dilatih terlebih dulu di bulan Syaban.

Selain sebagai sarana latihan, berpuasa di bulan Syaban juga akan mendapatkan pahala yang besar. Sehingga tentu sangat sayang jika bulan Syaban dilewatkan begitu saja.

Apa Itu Puasa Nisfu Syaban?

Apa Itu Puasa Nisfu Syaban

Selain puasa Syaban, salah satu puasa yang disebut-sebut sangat dianjurkan untuk dilaksanakan adalah puasa Nisfu Syaban. Puasa Nisfu Syaban merupakan puasa sunnah yang dilakukan di pertengahan bulan Syaban yakni tanggal 15 Syaban. Malam nisfu Syaban adalah malam yang istimewa di dalam islam.

Bahkan di dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali mengatakan bahwa malam Nisfu Syaban merupakan salah satu dari 15 malam istimewa di dalam Islam. Oleh karena itu ada banyak keutamaan puasa Nisfu Syaban yang bisa didapat oleh mereka yang sedang berpuasa.

Puasa Nisyfu Sya’ban 2023 jatuh pada tanggal 15 Syaban 1444 H atau tepat 7 Maret dan 8 Maret 2023 sebagaimana kalender Hijriah yang telah disusun oleh Kementrian Agama RI (Kemenag RI). Dalam penanggalan Islam, hari baru dimulai dari masuknya waktu maghrib.

Sehingga malam Nisfu Syaban dihitung sejak hari Selasa, tanggal 7 Maret 2023. Kaum muslimin sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah di malam Nisfu Syaban tanggal 7 Maret 2023 ini. Sementara untuk niat puasa Syaban dilakukan pada hari Rabu, 8 Maret 2023.

Namun jika mengikuti Kalender Islam Global Tunggal 1444 H yang disusun oleh Tajdid PP Muhammadiyah dan Majelis Tarjih, maka nisfu Syaban jatuh di tanggal 6 Maret sampai 7 Maret 2023.

Tanggal 6 Maret merupakan malam Nisfu Syaban dan kaum muslimin disunnahkan berpuasa di tanggal 7 Maret 2023. Penanggalan ini mengacu kepada Kriteria Kongres Turki 2016.

Keutamaan Puasa Nisfu Syaban

Keutamaan Puasa Nisfu Syaban

Jika niat puasa Nisfu Sya’ban dan tata cara puasa dilakukan dengan benar, maka orang yang berpuasa akan mendapat keutamaan yang besar. Beberapa keutamaan puasa Nisyfu Sya’bandirangkum di bawah ini:

1. Mendapat Pahala Besar dan Ampunan Dosa

Keutamaan niat puasa Syaban adalah adanya ampunan dosa yang besar serta memperoleh pahala di sisi Allah. Hal ini sebagaimana yang disampaikan di dalam hadist oleh Muadz bin Jabal radiallahu anhu.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menyampaikan kepada sahabat bahwa Allah azza wa jalla mendatangi semua makhluk-Nya di malam Nisfu Syaban. Allah juga akan mengampuni dosa seluruh makhluk kecuali orang yang sedang bermusuhan dan orang musyrik.

Pada hadist lain dari Abdullah bin Amr, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa dua orang yang dikecualikan mendapat ampunan Allah adalah orang yang membunuh jiwa tidak bersalah dan orang yang bermusuhan.

Beberapa ulama menilai bahwa hadist malam nisfu Syaban di atas memiliki jalur periwayatan yang lemah atau dhaif. Namun, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskan bagaimana generasi tabiin terdahulu senang menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan melaksanakan beragam ibadah sunnah seperti sholat.

2. Dikabulkannya Doa

Allah berjanji akan mengabulkan segala doa dari siapa saja yang memohon kepada-Nya di malam Nisfu Syaban. Ada sebuah hadist khusus yang menerangkan keutamaan puasa Nisfu Syaban di dalam riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya bernomor 1388.

Hadist ini diriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad, kemudian dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far. Hadist ini menganjurkan agar kaum muslim berpuasa di siang hari dan menghidupkan shalat di malam harinya jika memasuki malam pertengahan bulan Syaban.

Ketika matahari terbenam saat malam pertengahan bulan Syaban, Allah turun ke langit dunia. Allah pun berfirman bahwa siapa saja orang yang meminta ampunan maka pasti akan Allah ampuni.

Allah juga pasti akan memberi rezeki kepada siapa saja yang meminta, Allah akan mengabulkan doa yang diminta hamba-hamba Nya hingga terbit fajar. Hanya saja, sebagian ulama memang ada yang mempermasalahkan salah satu perawi hadist ini yakni Ibnu Abi Sabrah.

Beberapa menjadikan Ibnu Abi Sabrah sebagai perawi yang ditinggalkan. Namun meskipun sebagian ahli hadist menilai hadist ini lemah, tidak ada salahnya Anda tetap melaksanakan puasa Nisfu Syaban. Allah tentu akan memberikan pahala yang besar bagi siapa saja yang niat puasa Syaban.

Faktor yang Bisa Membatalkan Puasa

Faktor yang Bisa Membatalkan Puasa

Banyak orang yang bingung apa saja yang bisa membatalkan puasa selain makan dan minum. Untuk memudahkan Anda untuk memahami faktor apa saja yang bisa menyebabkan batalnya puasa, berikut ada 6 hal yang bisa menyebabkan puasa menjadi tidak sah.

1. Sengaja Makan dan Minum

Pembatal puasa yang pertama dan tentu diketahui semua kaum muslimin adalah menyengaja untuk makan dan minum. Pengertian makan dan minum ini tidak harus selalu berbentuk makanan atau minuman yang memang lumrah dikonsumsi sehari-hari.

Makan dan minum yang dimaksudkan yakni apa saja yang dimasukkan melalui mulut ke tubuh baik hal tersebut sesuatu yang bermanfaat yakni memang makanan dan minuman atau sesuatu yang tidak “biasa” untuk dimakan seperti tissue dan lain sebagainya.

Namun jika seseorang makan dan minum karena lupa, dipaksa atau keliru maka puasanya tidak batal. Hal ini sebagaimana yang diterangkan di dalam hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa salam melalui riwayat Abu Hurairah radiallahu anhu.

إِذَا نَسِىَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.”

Selain makan dan minum melalui mulut, memasukkan makanan dan minuman lewat infus juga termasuk pembatal puasa. Hal ini karena injeksi makanan dan minuman dari infus dihukumi sama dengan makan atau minum lewat mulut.

Puasa wajib diqadha atau diganti apabila batal akibat makan dan minum dengan sengaja. Namun tidak ada kafarah yang harus dibayarkan orang yang berpuasa.

2. Keluar Haidh dan Nifas

Keluarnya darah haidh dan nifas baik di awal, tengah-tengah atau akhir puasa termasuk ke dalam pembatal puasa. Jika seorang wanita mengalami haidh atau nifas maka puasanya tidak sah dan harus diganti ketika sudah selesai haidh dan nifas.

Seluruh ulama bersepakat mengenai hal ini tanpa ada perbedaan pendapat sedikit pun. Dalam suatu hadist dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam pernah berbicara dengan kaum wanita mengenai tidak sholat dan tidak puasanya wanita karena haidh.

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا »

“Bukankah kalau wanita tersebut haidh, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita.”

Wanita yang mengalami haidh dan nifas saat berpuasa harus mengqadha’ atau mengganti puasanya tersebut di hari lainnya. Hal ini didasarkan oleh perkataan Aisyah radiallahu anha bahwa wanita yang mengalami haidh diperintahkan mengganti puasa namun tidak diperintahkan mengganti sholat.

3. Sengaja Muntah

Seseorang yang sengaja muntah ketika niat puasa Syaban maka orang tersebut batal puasanya. Namun apabila orang tersebut dipaksa muntah maka puasa yang dijalaninya tetap sah dan tidak harus diqadha untuk puasa wajib.

4. Mani Keluar dengan Sengaja

Mani yang keluar dengan sengaja baik menggunakan tangan, menggesekkan alat kemaluan ke paha atau perut, maupun dengan cara lainnya akan menyebabkan puasanya batal. Jika puasa yang dilakukan adalah niat puasa Syaban maka puasa tersebut tidak perlu diganti karena bukan puasa wajib.

Apabila seseorang mencium pasangannya dan keluar mani, maka puasanya terhitung batal. Tapi jika tidak keluar mani maka puasa tetap sah.

Ketika seseorang berfantasi atau membayangkan suatu hal yang membuatnya keluar mani maka puasa tidak batal. Sebagaimana di dalam hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berikut:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbayang dalam hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya”

Jumlah Hari Puasa Syaban

Jumlah Hari Puasa Syaban

Di dalam sebuah hadist riwayat Muslim yang disampaikan oleh istri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, Aisyah radiallahu anha bahwa beliau tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menyempurnakan puasa hingga sebulan penuh kecuali ketika bulan Ramadhan.

Aisyah radiallahu anha juga tidak pernah melihat Rasulullah dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa lebih banyak dibandingkan puasa di bulan Sya’ban.

Di dalam kitab al Majmu Syarhul Muhaddzab, Imam an Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud di dalam hadist di atas adalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam banyak melakukan puasa di bulan Syaban.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam banyak berpuasa baik sebagian besar harinya atau sebulan penuh. Sehingga jika ditanya puasa Syaban berapa hari? Maka jawabannya adalah tidak ada ketentuan mutlak mengenai batasan minimal harinya.

Adakah Larangan Berpuasa Syaban Setelah Nisfu Syaban?

Adakah Larangan Berpuasa Syaban Setelah Nisfu Syaban

Sebagaimana diketahui bahwa Nisfu Syaban merupakan malam pertengahan bulan Syaban yang jatuh tepat pada tanggal 15. Malam Nisfu Syaban dikenal sebagai malam penuh keberkahan dan pengampunan.

Ada beberapa pertanyaan yang sering disampaikan oleh kaum muslimin mengenai hukum niat puasa Syaban pada tanggal 16 Syaban dan selanjutnya. Mengenai kebolehan berpuasa setelah tanggal 15 Syaban, ulama berbeda pendapat terkait hal ini.

1. Ulama yang Melarang Berpuasa

Terdapat satu hadist dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang redaksinya melarang kaum muslimin untuk berpuasa sesudah Nisfu Syaban. Kemudian ada hadist dari riwayat Al Bukhari mengenai larangan berpuasa Syaban dua atau tiga hari menjelang Ramadhan dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Di dalam kitab Fiqhul Islami wa Adillatuhu oleh Syekh Wahbab al Zuhaili dijelaskan bagaimana pandangan ulama madzhab Syafii mengenai hukum berpuasa sesudah Nisfu Syaban. Menurut ulama bermadzhab Syafii, hukum puasa tersebut haram karena merupakan hari-hari syak (ragu).

Pengharaman ini dikecualikan untuk mereka yang berpuasa karena ada alasan tertentu seperti puasa qadha (ganti) puasa wajib, puasa kafarah, puasa nadzar.

Anda juga tetap diperbolehkan untuk berpuasa sunnah Syaban setelah Nisfu Syaban apabila sebelumnya sudah terbiasa berpuasa sunnah seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud dan sebagainya. Dalil yang digunakan adalah dari hadist di atas.

Para ulama yang melarang berpuasa sesudah Nisfu Syaban tanpa ada alasan yang tepat dikarenakan hari tersebut merupakan hari syak atau ragu-ragu. Dikhawatirkan bahwa orang yang sedang berpuasa tersebut tidak menyadari jika ia sudah memasuki bulan Ramadhan namun masih niat puasa Syaban.

2. Ulama yang Membolehkan Berpuasa

Ulama madzhab Hanbali dan ulama di luar madzhab Syafii menilai hadist yang melarang berpuasa setelah Nisfu Syaban tersebut adalah hadist lemah atau dhaif. Bahkan beberapa ulama mengkategorikannya sebagai hadist munkar. Alasannya karena perawi hadist tersebut ada yang bermasalah.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ma’in dan Imam Ahmad. Di dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar al Asqalani menyatakan mayoritas ulama di luar madzhab Syafii tidak melarang niat puasa Syaban sesudah hari Nisfu Syaban. Syaratnya selama orang tersebut tahu kapan masuknya awal bulan Ramadhan.

Sehingga perbedaan pendapat ulama terletak pada boleh tidaknya niat puasa Syaban sesudah Nisfu Syaban. Perbedaan disebabkan penilaian terhadap hadist larangan berpuasa sesudah Nisfu Syaban.

Namun para ulama bersepakat mengenai kebolehan berpuasa sunnah Syaban bagi  kaum muslimin yang memang sudah biasa melakukan puasa sebelumnya.

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Sya’ban Arab dan Qadha Ramadhan?

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Sya’ban Arab dan Qadha Ramadhan

Banyak orang bertanya-tanya apakah boleh menggabungkan niat puasa Sya’ban 2023 dengan niat mengganti puasa Ramadhan yang tertinggal. Terkait hal ini, maka para ulama memiliki pandangan berbeda. Sebagian ulama menyampaikan bahwa ibadah memiliki niat sendiri yang tidak bisa digabung.

Sebagian ulama yang lain menyarankan agar kita meniatkan qadha puasa Ramadhan yang sifatnya wajib. Jika seseorang terbiasa melaksanakan puasa sunnah seperti Senin-Kamis kemudian pada hari tersebut dia melaksanakan puasa wajib, maka orang itu insya Allah akan tetap mendapat pahala puasa Sunnah.

Sehingga tetap niatkan puasa qadha Ramadhan sambil berharap agar memperoleh keutamaan puasa Syaban. Anda bisa melaksanakan puasa Syaban 2023 tanggal berapa saja mulai 1 Syaban sampai akhir.

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Nisfu Syaban dan Senin Kamis?

Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Nisfu Syaban dan Senin Kamis

Sebenarnya tidak ada ketentuan khusus puasa Syaban jatuh pada tanggal berapa. Puasa Syaban berbeda dengan puasa Nisfu Syaban yang mengharuskan dilakukan tepat pada tanggal 15 Syaban.

Jika kebetulan puasa Nisfu Syaban bertepatan dengan hari Senin atau Kamis yang disunnahkan untuk berpuasa, maka bagaimana cara yang tepat untuk berpuasa?

Terkait menggabungkan dua ibadah sunnah ini sudah dijelaskan di dalam Kitab Al Fawaid al Janiyah oleh Syekh Yasin al Fadani. Menurut Syekh Yasin, seseorang bisa mendapat dua keutamaan puasa sunnah tersebut dengan satu kali puasa saja.

Beliau menganjurkan untuk menggabungkan kedua doa niat puasa Syaban sekaligus niat puasa Senin Kamis. Niat tersebut cukup di dalam hati saja dan tidak harus dilisankan. Doa yang dicontohkan misalnya “Saya berniat puasa sunnah Syaban dan sunnah Senin/Kamis karena Allah Ta’ala.”

Karena termasuk puasa sunnah, puasa Syaban tidak perlu diniatkan sejak malam hari setelah maghrib. Namun jika ingin berpuasa, Anda tetap harus niat puasa Syaban untuk meraih ridho Allah. Puasa Syaban memiliki banyak keutamaan yang sangat sayang untuk dilewatkan.

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar