Rukun Shalat Ada Berapa? Ini Penjelasan & Hukumnya (Lengkap)

Radea

Rukun Shalat Ada Berapa? Ini Penjelasan & Hukumnya (Lengkap)

Dalam melaksanakan ibadah terutama shalat, terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi agar shalat menjadi sah dan diterima oleh Allah. Rukun shalat merupakan setiap perkataan (qouli) maupun perbuatan (fi’li) yang membentuk hakikat shalat.

Apabila salah satu dari sekian rukun-rukun shalat tersebut tidak terlaksana dengan benar, maka shalat yang dikerjakan dianggap tidak sah sehingga harus diulang. Shalat yang meninggalkan salah satu rukun-rukunnya tidak bisa digantikan menggunakan sujud sahwi.

Jumlah rukun shalat ada berapa? Ulama berbeda pendapat mengenai total rukunnya. Namun hal tersebut hanya permasalahan teknis belaka dan tidak bersifat substansial. Ada ulama yang merinci rukun sebanyak 13, 16 atau bahkan 18 seperti Imam Abu Syu’ja yang merinci rukun secara detail hingga 18 rukun.

Daftar 14 Rukun Shalat Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Daftar 14 Rukun Shalat Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Di dalam kitab Al Fiqh al Manhaji ‘ala Mazhab al Imam al Syafi’i, dijelaskan makna rukun sebagai sesuatu yang mendasar seperti halnya tembok untuk bangunan. Karena merupakan bagian mendasar, maka setiap muslim wajib mengetahui rukun shalat agar ibadah diterima.

1. Shalat dalam Keadaan Berdiri

Rukun shalat yang pertama adalah berdiri bagi yang mampu melaksanakannya. Namun bagi yang memang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri, maka terdapat rukhsah atau keringanan yang diberikan. Islam sendiri merupakan agama yang memudahkan para pemeluknya dan tidak memberatkan.

Jika seseorang sedang sakit atau dalam perjalanan yang membuatnya tidak dapat mengerjakan shalat dalam kondisi berdiri maka kerjakan dalam kondisi duduk. Apabila tidak mampu duduk, maka laksanakan shalat dengan tidur menyamping. Terkait keringanan (ruksah) shalat ada di dalam HR Bukhari nomor 1117.

2. Berniat untuk Shalat

Rukun shalat yang kedua adalah berniat untuk mendirikan shalat. Niat boleh dilisankan ataupun di dalam hati saja. Niat juga tidak harus dalam bahasa Arab melainkan cukup dalam bahasa Indonesia jika belum hapal teksnya.

Niat berguna untuk membedakan shalat dengan gerakan lain yang tidak bernilai sebagai ibadah. Contoh bacaan niat shalat yang biasa dikenal adalah:

“Usholli fardash Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati (adaan) [makmuuman/imaaman] lillahi ta’alaa.

Artinya: Aku berniat melakukan sholat fardhu Subuh dua rakaat sambil menghadap kiblat, saat ini karena Allah ta’ala.

Untuk shalat lainnya seperti Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya cukup ubah nama sholatnya dan ubah jumlah rakaatnya. Niat shalat bisa dimunculkan di dalam hati ketika mulai berdiri untuk shalat. Beberapa ulama menyarankan agar niat dimunculkan dalam hati ketika mengangkat tangan untuk bertakbiratul ihram.

3. Takbiratul Ihram

Ucapan takbiratul ihram yakni “Allahu Akbar” adalah ucapan tanda dimulainya shalat. Ucapan ini mengharamkan segala hal di luar gerakan ataupun bacaan shalat. Sementara hal yang dapat menghalalkan segala gerakan maupun ucapan di luar shalat adalah ucapan salam.

 Ucapan takbiratul ihram “Allahu Akbar” tidak dapat diganti dengan ucapan yang lain. Terkait dengan takbiratul ihram sebagai rukun shalat terdapat di dalam HR Abu Daud nomor 618, Ibnu Majah nomor 275 dan juga HR At Tirmidzi nomor 3.

4. Membaca Surah Al Fatihah

Bacaan yang termasuk rukun shalat adalah surah Al Fatihah. Surah Al Fatihah wajib dibaca di setiap rakaat saat shalat. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu alahi wa sallam bahwa tidak sah sholat atau tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surah Al Fatihah.

Dalil mengenai kewajiban membaca surah Al Fatihah berdasarkan hadist oleh Ubadah bin Ash Shomit yang terdapat di HR Bukhari nomor 756 dan HR Muslim nomor 394.

5. Gerakan Ruku’

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah menegur salah seorang sahabat yang shalat di masjid Nabawi di Madinah ketika itu karena shalatnya yang jelek. Orang tersebut shalat terburu-buru atau tidak thuma’ninah hingga Rasulullah menyuruhnya mengulangi shalat hingga beberapa kali.

Rasulullah bersabda kepada orang tersebut agar ruku’ dan thuma’ninah saat ruku’ (HR Bukhari nomor 793 dan HR Muslim nomor 397). Posisi minimal saat ruku’ adalah badan dibungkukkan dengan tangan berada di lutut.

6. Thuma’ninah

Saat seseorang dalam posisi ruku’, ia diharuskan untuk thuma’ninah yakni keadaan tenang yang mana seluruh persendian di tubuhnya juga ikut tenang. Mengenai keadaan thuma’ninah saat ruku’ dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di dalam HR Ad Darimi nomor 1329.

Beliau bersabda bahwa shalat tidak sempurna hingga orang tersebut menyempurnakan wudhunya. Kemudian orang tersebut bertakbir, ruku’ dengan menaruh telapak tangan di lututnya hingga persendian dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.

Sebagian ulama menafsirkan kata thuma’ninah yakni membaca bacaan dzikir yang wajib saat ruku’.

7. I’tidal dengan Thuma’ninah

Setelah ruku’ kemudian bangkit untuk i’tidal atau menegakkan badan dengan thuma’ninah. I’tidal didefinisikan oleh Syekh Nawawi di dalam kitab Kasyifatus Saja sebagai kembalinya posisi seseorang yang shalat sebelum orang tersebut ruku’.

I’tidal termasuk rukun shalat sehingga wajib dilakukan oleh orang yang shalat baik dalam posisi berdiri maupun duduk.

8. Gerakan Sujud dengan Thuma’ninah

Masih dari hadist yang sama sebelumnya mengenai orang yang jelek shalatnya bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam berkata terkait gerakan shalat.

“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketik sujud.”

Sujud harus disertai thuma’ninah yakni rasa tenang di semua persendian tubuh. Saat sujud disunnahkan untuk membaca dzikir agar persendian menjadi tenang. Sujud harus dilakukan meliputi tujuh bagian anggota badan yaitu:

  1. Telapak tangan kanan
  2. Telapak tangan kiri
  3. Lutut kanan
  4. Lutut kiri
  5. Ujung kaki kanan
  6. Ujung kaki kiri
  7. Dahi dan hidung

9. Gerakan Duduk di Antara Dua Sujud dengan Thuma’ninah

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menjelaskan di dalam hadist yang sama sebelumnya agar sujud dan thuma’ninah saat sujud. Kemudian bangkit dari sujud untuk duduk (duduk di antara dua sujud) dan thuma’ninahlah saat duduk. Kemudian sujud lagi dan thuma’ninah saat sujud yang termasuk rukun shalat.

10. Duduk Tasyahud Awal

Duduk tasyahud atau tahiyat awal merupakan duduk yang dilakukan di rakaat kedua shalat. baik shalat tiga rakaat ataupun shalat 4 rakaat. Sementara untuk shalat dengan jumlah 2 rakaat tidak ada duduk tasyahud awal.

Duduk ini disebut duduk tasyahud karena di dalamnya membaca dua syahadat. Beliau shalallahu alaihi wa sallam mengajarkan cara duduk tasyahud awal yakni duduk dengan tenang (thuma’ninah) ketika duduk di pertengahan shalat. Dudukkan paha yang kiri dengan duduk iftirasy kemudian bertasyahudlah.

Duduk iftirasy adalah duduk dengan cara membentangkan kaki kiri dan menjadikan kaki kiri menjadi tumpuan untuk duduk. Selanjutnya kaki kanan ditegakkan. Posisi tangan kiri diletakkan di atas paha kiri. dan tangan kanan diletakkan di atas paha atau lutut kanan.

Telapak tangan dalam kondisi membentang. Posisi siku diletakan di atas paha dan sejajar dengan paha. Selanjutnya seluruh jari tangan digenggam dan berisyarat dengan menunjuk menggunakan jari telunjuk ke arah kiblat.

Saat duduk tasyahud awal, pandangan mata di arahkan ke jari telunjuk tersebut. Isyarat menggunakan jari telunjuk tersebut merupakan sunnah dalam shalat sebagaimana yang disepakati para ulama.

Apabila saat shalat seseorang lupa untuk duduk tasyahud awal, maka dia harus menggantinya dengan sujud sahwi. Hal ini menunjukkan bahwa duduk tasyahud awal termasuk tata cara shalat 5 waktu yang bersifat wajib.

11. Duduk Tasyahud Akhir

Duduk tasyahud akhir termasuk rukun shalat. Posisi saat duduk tasyahud akhir adalah kaki kiri dimasukkan ke bagian bawah betis kanan, bokong duduk ke lantai, sementara telapak kaki kanan ditegakkan.

Duduk tasyahud akhir ini disebut juga sebagai duduk tawaruk, yaitu duduk dengan menegakan telapak kaki kanan serta meletakkan bokong di lantai. Saat duduk tasyahud akhir kita diharuskan membaca bacaan di bawah ini:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

“At tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.”

Arti: Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya (HR. Bukhari no. 6265 dan Muslim no. 402)

12. Bershalawat Kepada Nabi Setelah Bacaan Tasyahud Akhir

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan sahabat untuk bershawalat kepada beliau setelah menyanjung dan memuji Allah. Setelah itu barulah berdoa sesuai keinginan.

Terdapat beberapa bacaan shalawat yang bisa dibaca ketika duduk tasyahud akhir. Salah satu bacaan shalat wajib shalawat terbaik yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid.” (HR. Bukhari no. 4797 dan Muslim no. 406, dari Ka’ab bin ‘Ujroh)

13. Mengucapkan Salam

Dalil mengenai hadist adalah dalil yang sama untuk takbiratul ihram. Salam dalam shalat adalah yang menghalalkan kembali segala hal di luar shalat. Salam yang pertama termasuk ke dalam rukun shalat sebagaimana pendapat ulama Malikiyyah, Syafi’iyyah serta mayoritas ulama lainnya.

Cara untuk salam ada empat model sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:

a. Model salam pertama yakni mengucapkan “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah” untuk salam ke kanan. Kemudian ucapkan “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah” untuk salam ke kiri.

b. Model salam kedua adalah mengucapkan “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh” untuk salam ke kanan. Kemudian ucapkan “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah” untuk salam ke kiri.

c. Model salam ketiga adalah mengucapkan “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah” untuk salam ke kanan. Kemudian ucapkan “Assalamu ‘alaikum” untuk salam ke kiri.

d. Model salam keempat adalah mengucapkan “Assalamu ‘alaikum” sekali ke kanan.

14. Urut dalam Shalat

Rukun shalat terakhir adalah urut dalam melaksanakan setiap rukun-rukunnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadist yang menggunakan kata “tsumma” untuk setiap rukun. Kata “tsumma” atau kemudian dalam bahasa Arab bermakna urutan.

Rukun shalat menurut mazhab Syafi’i dibagi menjadi dua macam yakni rukun qouli dan rukun fi’li. Rukun fi’li adalah rukun shalat berupa gerakan. Contoh rukun fi’li yakni ruku, sujud, i’tidal, duduk antara dua sujud dan lainnya.

Sementara yang dimaksud rukun shalat qouli adalah rukun shalat berupa setiap ucapan. Contoh rukun qauli adalah takbiratul ihram, membaca salam, surah Al Fatihah, membaca bacaan tasyahud akhir dan lainnya.

Dua Kondisi Saat Meninggalkan Rukun Sholat

Dua Kondisi Saat Meninggalkan Rukun Sholat

Hukum meninggalkan rukun shalat adalah haram karena merupakan hakikat shalat menurut ijma‘ para ulama. Mengenai rukun yang ditinggalkan, ulama membaginya ke dalam dua bentuk yaitu:

1. Rukun Shalat Ditinggalkan dengan Sengaja

Seseorang yang dengan sengaja meninggalkan salah satu atau beberapa rukun shalat maka shalatnya dihukumi batal. Para ulama bersepakat bahwa shalat yang dikerjakan tersebut menjadi tidak sah dan harus diulangi agar diterima.

2. Rukun Shalat yang Ditinggalkan Karena Tidak Sengaja

Ada kalanya seseorang tidak sengaja meninggalkan rukun shalat baik karena ketidak tahuan atau lupa. Terkait dengan hal ini, maka terdapat tiga rincian yang sudah dirumuskan para ulama:

  1. Apabila orang yang meninggalkan rukun shalat masih mampu mendapati rukun tersebut  maka orang tersebut wajib melakukan rukun tersebut kembali. Terkait rincian pertama ini tidak ada perbedaan pendapat di antara kalangan ulama.
  2. Apabila orang yang meninggalkan rukun shalat tidak mampu mendapati rukun tersebut lagi, maka shalatnya dihukumi batal menurut ulama mazhab Hanafiyah. Sementara menurut pendapat jumhur ulama, rakaat dimana rukun tadi tertinggal menjadi hilang atau tidak dihitung.
  3. Apabila rukun shalat yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalat tersebut harus diulang dari awal karena terhitung tidak masuk shalat dengan benar.

Daftar Syarat Sah Shalat yang Wajib Diketahui

Daftar Syarat Sah Shalat yang Wajib Diketahui

Syarat sah shalat yakni setiap syarat yang menjadikan shalat seseorang menjadi sah untuk dilaksanakan. Syarat sah shalat berbeda dari rukun shalat namun sama-sama menentukan sah atau tidaknya shalat. Ada 6 syarat sah shalat sebagai berikut:

1. Suci dari Hadas Besar dan Hadas Kecil

Syarat sah sholat adalah orang tersebut harus suci dari hadas besar dan hadas kecil. Jika seseorang sedang berhadas besar seperti junub maka diwajibkan baginya untuk mandi wajib hingga ia suci. Sementara orang yang berhadas kecil diharuskan untuk berwudhu agar dapat shalat.

2. Suci dari Najis

Syarat sah sholat selanjutnya adalah pakaian, badan serta tempat untuk shalat harus suci dari najis. Najis terbagi menjadi 3 macam yakni:

  • Najis mukhaffafah
  • Najis mutawassithah, dan
  • Najis mughalladhah.

Najis mukhaffafah merupakan najis ringan yaitu najis dari air kecing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya dan belum berusia 2 tahun. Sedangkan Najis mutawassithah adalah najis sedang.

Najis mughalladhah adalah najis berat yang cara mensucikannya dengan dicuci 7 kali serta salah satu tahap mencuci tersebut menggunakan air bercampur tanah.

3. Menghadap Kiblat

Shalat harus menghadap ke kiblat yakni Ka’bah di Mekkah. Bagi orang yang berada jauh dari Ka’bah, maka kiblat ditujukan ke Mekkah dengan arah yang paling mendekati.

Bagi musafir yang sedang dalam perjalanan dan tidak memungkinkan shalat ke arah kiblat seperti orang di atas kapal, kereta api, dan pesawat maka tidak diwajibkan menghadap tepat ke kiblat.

Orang yang sedang dalam kecamuk perang juga tidak diwajibkan shalat menghadap ke kiblat jika dirasa dapat membahayakan nyawa. Kemudian orang yang buta arah atau isytibahul qiblah tidak wajib menghadap kiblat.

Kaum wanita dan kaum pria diwajibkan untuk menutup aurat dengan batasan tertentu ketika shalat. Bagi perempuan, maka batasan auratnya ketika shalat adalah seluruh anggota tubuh dari kepala hingga bawah kaki. Termasuk aurat wanita adalah rambut yang terjuntai keluar melalui telinga.

Hanya wajah serta kedua telapak tangan saja yang bukan merupakan aurat perempuan baik telapak tangan bagian dalam atau punggungnya. Aurat pria adalah dari pusar hingga ke paha berdasarkan ijma‘ para ulama.

5. Tidak Berbicara, Makan dan Minum

Saat seseorang sudah takbiratul ihram, maka itu artinya orang tersebut sudah masuk shalat dan takbir tersebut mengharamkan segala sesuatu di luar shalat yang hukum asalnya mubah. Misalnya orang saat shalat diharamkan berbicara selain bacaan shalat. Orang ketika shalat juga diharamkan makan dan minum.

Syarat Wajib Melaksanakan Shalat

Syarat Wajib Melaksanakan Shalat

Syarat wajib shalat adalah setiap perkara yang jika terdapat keseluruhannya di dalam diri seseorang maka orang tersebut wajib mendirikan shalat. Ada 6 syarat wajib shalat sebagai berikut:

1. Islam

Orang kafir atau orang yang tidak memeluk Islam tidak diwajibkan mendirikan shalat. Orang kafir juga tidak diwajibkan mengqadha atau mengganti shalat yang tidak ia kerjakan selama ia kafir tatkala masuk Islam.

2. Baligh

Baligh adalah istilah di dalam Islam yang menunjukkan bahwa seseorang telah melewati masa anak-anak dan mencapai kedewasaan. Dalam Islam, kedewasaan tidak dilihat dari usia melainkan dari ciri fisik yang timbul. Bagi perempuan, tanda baligh adalah keluarnya darah haid. Sementara pria ditandai mimpi basah.

Anak kecil tidak diwajibkan mendirikan shalat meskipun sudah mumayyiz. Namun anak kecil tetap harus diajarkan untuk melaksanakan shalat sejak usia 7 tahun. Jika anak sudah mencapai usia 10 tahun dan belum baligh namun tidak mau melaksanakan shalat maka orangtua diperintahkan untuk memukul.

Pukul anak dengan pukulan mendidik di bagian tubuh yang tidak menimbulkan rasa sakit berlebih. Bagi orang yang belum mengalami haid atau mimpi basah, maka balighnya dihitung ketika dia telah mencapai usia 15 tahun menurut hitungan tahun Hijriah.

3. Berakal Sehat

Seseorang dibebani taklif hukum syara‘ atau kewajiban menjalankan syariat Islam selama orang tersebut berakal sehat. Sehingga orang gila tidak diwajibkan untuk sholat serta mereka tidak wajib mengqadha’ atau mengganti shalat yang tertinggal selama mereka tidak waras.

4. Suci dari Haid dan Nifas

Wanita yang sedang haid dan nifas tidak boleh shalat. Mereka tidak perlu mengqadha shalat yang tidak dikerjakan selama berhalangan. Namun mereka wajib mandi wajib setelah darah haid dan nifas berhenti keluar.

Daftar Sunnah Shalat

Daftar Sunnah Shalat

Rukun shalat adalah segala sesuatu yang diwajibkan untuk dikerjakan saat shalat agar shalat menjadi sah. Selain melaksanakan rukun, ada beberapa sunnah shalat yang bisa dikerjakan untuk menambah pahala shalat. Berikut sunnah-sunnah ketika shalat yang diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:

1. Mengangkat Kedua Tangan Saat Bertakbir

Takbiratul ihram berupa ucapan Allahu Akbar merupakan rukun shalat. Namun mengangkat kedua tangan saat bertakbir merupakan sunnah dalam sholat.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan di dalam hadist dari Ali bin Abi Thalib bahwa beliau shalallahu alaihi wa sallam mengangkat tangan saat takbir memulai shalat hingga sejajar dengan bahu. Selanjutnya beliau mengangkat tangan kembali sebelum rukuk dan saat bangkit dari rukuk.

Namun Rasulullah tidak mengangkat tangan saat duduk. Saat bangkit dari sujud dan akan berdiri beliau mengangkat tangan kembali.

2. Tangan Kanan Diletakkan di Atas Tangan Kiri

Sunnah dalam shalat selanjutnya adalah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh sahabat Jabir radiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad pernah berjalan melewati seseorang yang tengah melaksanakan shalat.

Orang itu meletakkan tangan kiri di atas tangan kanan. Maka beliau pun melepaskan tangan tersebut kemudian membalikkan posisi tangannya, yakni tangan kanan di atas tangan kiri.

3. Membacaan Bacaan Iftitah

Banyak orang mengira bahwa doa iftitah yang dibaca di awal shalat merupakan salah satu rukun shalat. Padahal, doa iftitah termasuk ke dalam sunnah shalat sehingga apabila tidak dibaca tidak akan membuat shalat menjadi tidak sah. Bacaan doa iftitah yang dicontohkan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah

Allahumma ba`id baini wa baina khadatayaya kamaba adta bainal masyriqi wal maghrib, Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad dannas, Allahummaqhsilni bilma’i was salji wal barad

(Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan ufuk timur dari ufuk barat. Ya Allah sucikanlah alu sebagaimana disucikannya kain putih dari kotoran, sucikanlah aku dengan air salju dan air dingin)

4. Membaca Aaamiin

Selesai membaca surah Al Fatihah disunnahkan untuk membaca aamiin. Bacaan aamiin bisa diucapkan saat sedang shalat sendiri maupun shalat berjamaah. Bacaan aamiin juga disunnahkan dibaca oleh imam ataupun makmum.

5. Membaca Surah Pendek

Disunnahkan setelah membaca surah Al Fatihah untuk membaca surat-surat pendek dari Al Quran. Bacaan surah pendek bisa dbaca di dua rakaat shalat yang pertama. Selain surah pendek sebenarnya juga dipersilahkan untuk membaca surah panjang sesuai kemampuan

6. Membaca Doa-Doa Shalat

Sunnah berikutnya adalah membaca doa-doa dalam shalat terutama ketika sedang rukuk, i’tidal, sujud serta duduk di antara dua sujud.

7. Duduk Istirahat Setelah Sujud

Setelah dalam posisi sujud dan ingin bangkit ke rakaat berikutnya disunnahkan untuk duduk istirahat sebentar.

8. Membaca Bacaan Tasyahud Awal

Di dalam suatu hadist Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam bersabda agar apabila salah seorang di antara kaum muslimin duduk (tasyahud) saat shalat, maka ucapkan bacaan “at tahiyatu lillah…”. Bacaan duduk tasyahud sebagaimana di dalam HR Bukhari nomor 831 dan HR Muslim nomor 402 sebagai berikut:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

“At tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.”

Arti: Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya (HR. Bukhari no. 6265 dan Muslim no. 402)

9. Salam Kedua

Salam pertama dalam shalat merupakan rukun shalat yang wajib untuk dilakukan. Namun salam kedua sendiri merupakan sunnah shalat yang tidak akan membatalkan shalat apabila tidak dilakukan.

Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah rukun shalat. Sebagian ulama merumuskan setidaknya ada 13 rukun dan sebagian lainnya 18 rukun. Meski berbeda jumlahnya namun sebenarnya perbedaan tersebut tidaklah esensial. Agar shalat sah, maka shalat tersebut harus memenuhi minimum rukunnya.

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar